Kesurupan/kerasukkan menurut Buddhis !!!

Penjelasan di bawah ini merupakan penjelasan mengenai keberadaan makhluk hidup lain selain manusia, dimana di dalam Buddhisme juga dinyatakan bahwa kita tidak hidup sendiri.

Kesurupan adalah sebuah fenomena di mana seseorang berada di luar kendali dari pikirannya sendiri. Beberapa kalangan mengganggap kesurupan disebabkan oleh kekuatan gaib yang merasuk ke dalam jiwa seseorang.

–Wikipedia

Istilah roh tidak umum dipergunakan dalam Buddhisme. Dalam pandangan Buddhisme di dalam kehidupan terdapat banyak jenis makhluk hidup, ada yang nampak maupun tidak nampak dengan mata telanjang atau mata biasa. Makhluk tak nampak pun dibagi lagi menjadi berbagai jenis sesuai dengan tempat/alam kelahirannya yang ditinggalinya. Perlu digaris bawahi disini bahwa jahat atau baiknya suatu makhluk ditentukan oleh niat perbuatannya. Makhluk-makhluk ini pun dilahirkan dan juga bisa mati. Dan pada umumnya mereka dilahirkan dalam kondisi menderita akibat perbuatan buruk yang ia lakukan pada kehidupan sebelumnya.

Makhluk yang tidak nampak atau disebut makhluk halus juga ada yang tinggal di dunia manusia. Mereka ada yang jahat maupun baik , dan juga ada yang bisa menyalin rupa. Mereka inilah yang bersinggungan dengan kehidupan manusia, sama seperti manusia bersinggungan dengan dunia hewan.
Dalam pandangan Buddhisme, apa yang dimaksud dengan makhluk hanyalah perpaduan dari jasmani dan batin. Jasmani dan batin tidak bisa dipisahkan satu sama yang lain. Hanya ketika mati maka jasmani dan batin terpisahkan. Selain itu Buddhisme menyatakan tidak ada roh/inti dalam tubuh suatu makhluk termasuk manusia. Tidak ada bagian dari jasmani manusia yang ”kosong” dari batin/kesadaran manusia itu sendiri.Dengan demikian tidak ada yang namanya atau peristiwa roh manusia keluar dari jasmani kemudian digantikan dengan roh lain atau disisipkan seperti di film-film horor.

Lalu bagaimana dengan fenomena ”kerasukan” ? Dari pemahaman di atas, fenomena ini bukanlah peristiwa roh manusia keluar dari jasmani kemudian digantikan dengan roh lain atau disisipkan. Fenomena ini tidak lain adalah lemahnya pikiran/kesadaran manusia yang bersangkutan, yang kemudian mendapat pengaruh dari pikiran/kesadaran makhluk lain. Perlu dicatat bahwa pikiran/kesadaran manusia sendiri merupakan gelombang, bila menggunakan detektor kita bisa menemukan adanya gelombang alpha, beta, dsb pada saat-saat tertentu. Fenomena ”kerasukan” ini dapat diilustrasikan seperti channel radio. Ketika kita memutar channel radio ke channel A misalnya dan mendapatkan frekuensinya yang lemah, maka kita akan mendengar siaran radio dari channel B yang frekuensinya tinggi.

Mengapa terjadi ?
Karena pikiran/kesadaran manusia yang lemah dan adanya ”kenakalan” dari makhluk lain (makhluk halus). Selama pikiran/kesadaran manusia tinggi dan terkendali maka tidak akan terjadi fenomena ini. Perasan yang meluap-luap seperti kemarahan, kesedihan, keharuan, depresi merupakan salah satu faktor melemahnya kesadaran manusia. Oleh karena itu tidak heran jika kita juga menemukan fenomena ”kerasukan” ini dirumah-rumah ibadah, dan biasanya terjadi pada saat acara/kegiatan yang menciptakan kondisi sehingga perasaan yang meluap-luap tersebut timbul. Sampai saat ini belum terdengar dalam kebaktian di vihara ada umat Buddha yang ”kerasukan”. Hal ini karena kegiatan kebaktian di vihara tidak mengkondisikan perasaan umat menjadi meluap-luap dan melemahkan kesadaran. Tetapi justru meningkatkan kesadaran dengan adanya kegiatan meditasi.

Tujuannya fenomena ini ?
Tujuannya tergantung dari mana kita memandangnya. Ada 2 sisi. Pertama, dari sisi manusia. Ada manusia yang tidak bertujuan apapun tetapi ia tidak menjaga kesadarannya dengan baik sehingga terjadi fenomena tersebut. Adapula yang sengaja melemahkan kesadarannya (demi kepopulerannya) dengan memberikan kesempatan kesadaran makhluk lain mempengaruhi kesadarannya untuk berbagai tujuan seperti kekuatan supranatural, petunjuk-petunjuk dari masalah pengobatan sampai nomor togel. Tindakan berupa pelemahan kesadaran secara sengaja ini sangat bertentangan dengan ajaran Buddhisme yang selalu mengedepankan kesadaran untuk dapat mengendalikan diri.

Kedua, dari sisi makhluk lain. Walaupun mereka dilahirkan dalam kondisi yang menderita, sama seperti manusia mereka pun ada yang memiliki pikiran baik maupun buruk, memiliki rasa iri, keserakahan,dsb. Ada yang memiliki pikiran baik untuk menolong makhluk lain meskipun jumlahnya jarang karena mereka kebanyakan sibuk dengan penderitaan mereka sendiri, dan mereka tidak memiliki kesempatan untuk berbuat baik, satu-satunya cara mungkin adalah dengan mempengaruhi kesadaran manusia untuk memberikan petunjuk-petunjuk kepada manusia, meskipun tidak jarang mereka memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi berupa meminta sesaji dan memberikan petunjuk yang tidak benar. Ada pula yang sengaja mengganggu kesadaran manusia, ada pula yang terpaksa sebagai protes karena tempat tinggalnya diganggu/digusur. Semua hal ini sama seperti kehidupan manusia, ada yang mengganggu makhluk lain seperti menebang hutan yang merupakan tempat tinggal hewan, mengadu hewan seperti jangkrik, ayam, domba, dan berburu demi kesenangan. Hal ini terjadi karena para makhluk masih memiliki dosa (kebencian), lobha (keserakahan), dan moha (kegelapan batin).

Apapun perbuatan yang didasari oleh NIAT yang dilandasi oleh 3 akar kejahatan yaitu dosa (kebencian), lobha (keserakahan), dan moha (kegelapan batin) merupakan perbuatan buruk (karma buruk) yang akan mengakibatkan penderitaan. Untuk itu, Buddha Dhamma mengajarkan untuk melatih diri mencegah timbulnya dan melenyapkan 3 akar kejahatan tersebut. Dan untuk melatih hal ini kita membutuhkan pengendalian diri yang tinggi dan kesadaran yang penuh.

Tinggalkan komentar